Jumat, 19 Februari 2016

HATI YANG BAHAGIAH



Hati yang Dipenuhi Kebaikan
Hari itu saya bermaksud belanja keperluan pribadi di swalayan de depan gerbang perumahan. Setelah mengambil segala barang yang saya butuhkan ,saya pun buru buru menuju antrian di kasir . Di depan saya ada seorang anak muda berpenampilan rada sangar dan di depan anak muda itu ada seorang ibu ibu berpenampilan sederhana dengan 2 orang anaknya yang sedang menghitung belanjaan mereka di kasir.

"Total seluruhnya 145 ribu bu", kata si neng penjaga kasir tersenyum ramah setelah menjumlahkan seluruh barang belanjaan si ibu . Ibu itu segera membuka dompetnya... uangnya recehan semua dan sedikit lusuh, lalu dia menghitungnya satu persatu dengan wajah tertunduk . Kedua anaknya berdiri memperhatikan ibu mereka sambil sesekali memegang tangannya, keduanya terlihat tidak sabar . Antrian di swalayan-pun semakin panjang, maklum tanggal muda...

Saya lihat wajah si ibu pucat pasi ... terlihat jelas ia kebingungan sebab ternyata uang yang ada di dompetnya kurang. Ia mulai berfikir untuk mengembalikan sebagian barang belanjaan yang diambilnya... seketika tiba-tiba saja... anak muda di depan saya membungkuk sambil memungut uang 50 ribuan yg ada di lantai dan menyodorkannya ke pada ibu itu :

"Hati-hati bu, hati hati kalau menghitung uang... ini ada selembar uang ibu yang jatuh", Si ibu yang bengong seperti tak percaya... dengan tangan bergetar mengambil dan menerima uang itu... dengan tatapan mata penuh syukur ia memandang pada si anak muda tsb.

http://img1.blogblog.com/img/icon18_wrench_allbkg.png
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFPiEYEZdquRITReZu-hQf_mkp2a983RtQRTWdSPiLrDrFB2QHJWYM2dpoUcR_PM_uw9-mr8Z8VkewJtayJLIzJqhER5FyeYJI_8STdBWMaAlK4Ef1YMIcbpLE5yOUasC4NuwILHUMg4g/s320/kursi-prioritas.jpgDalam perjalanan pulang dengan kereta listrik jabodetabek terjadi percakapan antara anak dengan ayahnya, yang terjadi sambil menunggu kereta datang.

Anak : “Pa, kenapa sih di kereta ada tempat duduk prioritas?”

Ayah : “itu karena kita harus memberikan tempat duduk terlebih dahulu kepada orang-orang yang mempunyai kondisi kekurangan. Misalnya orang yang sedang sakit, ibu hamil dan ibu bawa anak, orang yang sudah tua.”


Anak : “kalau seperti itukan gak harus pake tempat duduk prioritas pa, di manapun kita berada harus kasih tempat duduk ke orang – orang seperti itu terlebih dahulu..”

Ayah : “Memang seharusnya seperti itu, tapi kenyataannya kesadaran masyarakat kita masih kurang...terutama karena mereka belum bisa mensyukuri nikmat sehat dan kekuatan yang diberikan Allah SWT kepada kita..”

Anak : “maksudnya?”

Ayah : “begini, sebenarnya kalau kita orang-orang yang beriman tentu akan berlomba-lomba untuk memberikan tempat duduk kita ke orang yang lebih membutuhkan itu..kenapa? karena setiap orang yang beriman tentu akan berusaha untuk beramal dan berbuat baik terhadap orang lain. Selain itu juga sebagai wujud syukur karena kita masih di pilih oleh Allah SWT karena kita masih di berikan kesehatan dan kekuatan untuk bisa beramal dan berbuat baik untuk orang lain...itu berarti kita ini orang pilihan...tapi sayangnya banyak yang tidak menyadarinya...sehingga seringkali kita justru iri terhadap orang yang kekurangan itu...misalnya enak banget tuh orang baru naik udah dapet duduk..padahal harusnya kita yang bersyukur karena masih di beri kesehatan sehingga bisa memberikan tempat duduk kita pada orang lain...coba kalau nikmat itu di cabut dan di kasih ke orang lain..”

Anak : “ooh gitu ya...”

Ayah : “iya, dan semakin kita bersyukur maka akan semakin banyak nikmat yang akan di berikan pada kita..selain itu sebagai orang muda kita memang harus sehat dan kuat..sekarang bagaimana kamu bisa melindungi adik kamu dan mama kamu?..kalau untuk berdiri saja kamu tidak mampu...bahkan lebih lemah dari orang tua, atau ibu hamil....bagaimana negeri ini bisa hebat kalau anak mudanya mentalnya lemah seperti itu....? karena seringkali justru pikiran kitalah yang membuat kita lemah...”

Anak : “iya sih pa...”

Sebuah percakapan yang banyak memberikan perenungan bagi saya, dan bagaimana menanamkan jiwa dan mental yang kuat serta kepedulian terhadap sekeliling atau lingkungan.
Memang seringkali kita merasa sebagai orang yang bersyukur dengan banyak melakukan ritual ibadah dan beramal secara materi, tapi dalam kehidupan sehari-hari kita masih enggan untuk berbagi. Enggan untuk memberikan sesuatu yang kita miliki justru pada orang yang membutuhkan. Padahal konsep berbagi dan beramal dalam agama adalah bagaimana kita bisa memberi terhadap yang membutuhkan. Bukan sekedar memberi apa yang ingn kita beri.

Dari percakapan di atas saya berfikir alangkah menyedihkannya kita karena ternyata kita tidak dapat melihat apa yang menjadi prioritas dalam hidup kita. Karena prioritas dalam memberikan tempat duduk lebih di pahami sebagai tempat yang prioritas bukan siapa yang menjadi prioritas untuk mendapatkan duduk. Itu menandakan lemahnya kesadaran kita akan nilai-nilai moral dan akhlak yang baik. Itu juga yang menunjukkan mengapa bangsa yang besar ini tidak bisa menjadi besar, karena ternyata pemikiran kita masih kerdil. Kita masih menganggap diri kita lemah sehingga tidak mampu bersaing dengan kerasnya dunia ini. Kehidupan kita sehari-hari adalah cermin bagaimana kita bisa berbuat dan bertanggung jawab atas apa yang di berikan kepada kita. Baik itu kesehatan, materi, kekuatan, kekuasaan dan lain sebagainya.

Saya berpendapat bahwa saat kita bisa menolong orang lain, atau membantu orang lain baik itu dalam bentuk materi atau apapun itu, itu semata-mata bukan karena kemampuan kita. Tetapi karena kita di berikan kesempatan dan kepercayaan oleh yang Kuasa untuk menjadi perantara Nya dalam menyampaikan pemberian Nya ke orang lain. Semestinya kita bersyukur dan berbahagia karena bisa mendapatkan kepercayaan itu, bukan berbangga diri dan takabur, apalagi berfikir seolah-olah kalau bukan kita tidak akan ada yang bisa menolong orang tersebut.

Buat saya hidup ini bagaikan sebuah PUZZLE, di mana setiap potongan puzzle akan memiliki bentuk dan tempat yang berbeda sehingga bisa di susun sedemikian rupa untuk menjadi sebuah gambaran utuh, itulah kehidupan. Namun bagaimana bentuk dan posisi kita dalam puzzle itu, kita sendiri yang menentukan. Dan bagaimana kita mewujudkan rasa syukur kita dalam kehidupan kita sehari-hari adalah sebagai bentuk dan posisi kita dalam bingkai puzzle tersebut.

Semoga kita bisa mensyukuri nikmat yang di berikan kepada kita dalam kehidupan kita sehari-hari sebelum nikmat itu di cabut dan di berikan kepada orang lain.

Sumbernya dari sini  
Setelah membayar di kasir dengan gembira kedua anaknya menenteng kantong plastik belanjaan berlalu pergi. Anak muda itu membayar belanjaannya kemudian ia juga segera pergi... saya kejar sambil tergesa-gesa menyusul dia... setelah bertemu Saya berkata, "Dek saya tahu... tadi kamu dengan sengaja menjatuhkan uang 50 rebuan milikmu... buat kamu kasihkan sama si ibu yang tadi itu... saya melihat karena saya berada tepat di belakang kamu... demi ALLAH saya bertanya, bagaimana kamu bisa mendapat ide itu ?"

Anak muda itu dengan santun menjawab, "ALLAH lah yang mengilhamkan itu pada saya pak... saya tidak ingin si ibu itu malu dihadapan kita dan anak-anak nya... karena itu ALLAH menggerakkan hati saya untuk spontan mengerjakan apa yang bapak lihat".

Subhanallah... ternyata bila hati menginginkan kebaikan... ALLAH akan membantu hamba NYA melakukan kebaikan itu... sungguh... kebaikan itu hanya mudah dilakukan bagi orang yang memang menginginkannya.... seperti firman ALLAH

فأما من أعطى و اتقى وصدق بالحسنى فسنيسره لليسرى

Adapun orang yang memberikan hartanya di jalan Allah dan bertaqwa dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), maka kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah” [QS.Al-Lail: 5-7]

status seorang teman


http://img1.blogblog.com/img/icon18_wrench_allbkg.png
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg3QdCE_y1hbxvGdZZhgGYNeUtIHCbwj0JIQuHLRZ3_nB3k2m_Mo0NE1IJ9IPJyjjUIFfFQ-8j0fJjqOFJEZEaY9cvv5l-D9pJcf2SPHL94gKSUjFx0hkPkQ4aqlekF5Ra8ipdcQQn8wbE/s320/inshaallah-clock.jpgDalam Khutbah Jum'at di sebuah kota kecil, seorang khotib berbicara tentang pentingnya mengatakan "In Shaa Allah" (yang berarti Bila Allah Menghendaki) ketika merencanakan untuk melakukan sesuatu di masa depan.

Setelah beberapa hari, seorang pria yang juga menghadiri Khutbah bermaksud akan membeli seekor sapi dari pasar. Dalam perjalanan, ia bertemu dengan seorang teman yang kemudian bertanya kemana ia pergi. Dia bercerita bahwa ia akan membeli sapi tetapi tidak mengatakan Insya Allah. Temannya mengingatkannya tentang Khutbah dan menyuruhnya mengatakan In Shaa Allah. Namun, pria ini mengatakan bahwa ia memiliki uang yang cukup dan tenaga untuk pergi ke pasar, dengan demikian, tidak ada gunanya mengatakan In Shaa Allah karena ia pasti akan membeli sapi. Dia berpikir bahwa mengatakan In Shaa Allah atau tidak maka tidak akan ada bedanya.

Ketika sampai pasar, ia menemukan sapi yang memenuhi harapan nya. Diapun melakukan tawar-menawar dengan penjual dan sampailah kesepakatan pada harga yang wajar. Akhirnya, ia memutuskan untuk membayar sapi tersebut. Tapi tercenganglah ia ketika menyadari bahwa semua uangnya hilang. Seorang copet telah mencuri uang saat ia sedang berjalan melalui pasar yang sibuk.
Penjual sapi bertanya kepadanya apakah ia akan membeli sapi atau tidak. "In Shaa Allah, saya akan membelinya minggu depan," katanya.

Ketika sampai di rumah, istrinya bertanya tentang sapi yang bermaksud ia beli. Dan dia bercerita tentang bagaimana ia lupa mengatakan In Shaa Allah,dan juga menambahkan, "In Shaa Allah, saya ingin membeli sapi. Tapi In Shaa Allah, uang saya dicuri. In Shaa Allah, saya akan membelinya minggu depan."

Sembari bercerita, istrinya selalu menekankan kepadanya bahwa kami harus mengatakan In Shaa Allah untuk hal-hal yang belum terjadi, bukan untuk hal-hal yang sudah terjadi.

Kejadian ini diceritakan oleh Shaikh Wahidullah dari Toronto, Kanada.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar