PAO SUKKARA
Jumat pekan lalu,
seorang kawan datang bersilaturahmi; membawa 1 kardus bekas minuman air mineral
yang berisi mangga dari beraneka macam jenis; Salah 1 jenis yang menjadi
favoritnya adalah pao sukkara, begitu orang2 di kampung saya menyebutnya. Pao
sukkara apabila telah matang, umumnya berwarna kuning keemasan, jatuh ke tanah.
Aromanya harum, begitu menggoda selera. Rifqi & Cacca, dua anak saya,
sangat menyukainya. Mangga sukkara tersebut dinikmati hanya dengan mengupas
kulitnya; setelah itu di’embat digigit langsung bak serigala mengupas daging
kelinci, tekstur daging buahnya yang kenyal habis hingga yang tersisa hanya
bijinya, yang kemudian dibuang. Siang tadi, kakak saya datang membawa
(lagi-lagi) mangga; tidak ada mangga sukkara; yang ada pun mangga yang umumnya
masih mengkal, bahkan ada yang muda. Rifqi & Cacca ternyata tidak tertarik
dengan mangga yang aromanya tidak harum,..
Sore tadi, Rifqi &
Cacca heran, karena di antara “sampah” berupa biji mangga yang dibuangnya
beberapa hari lalu ternyata menunjukkan tanda-tanda akan tumbuh... Cacca
bertanya kenapa biji mangga yang dibuangnya beberapa hari lalu bisa tumbuh.
Saya berusaha menjelaskannya dalam bahasa anak eSDe. Keduanya manggut2,
ntahlah, mungkin keduanya mengerti dengan penjelasan saya atau hanya karena
sungkan saja bertanya lebih lanjut,...**
Fenomena mangga sukkara tersebut mengingatkan saya dengan ungkapan salah seorang Budayawan Sulawesi Selatan dalam salah satu artikelnya. Dalam terjemahan bebas kira2 berbunyi:
Fenomena mangga sukkara tersebut mengingatkan saya dengan ungkapan salah seorang Budayawan Sulawesi Selatan dalam salah satu artikelnya. Dalam terjemahan bebas kira2 berbunyi:
MANGGA YANG MENGKAL
LEBIH KERAS DARI MANGGA YANG MATANG; MANGGA YANG MATANG AROMANYA MENYEBAR,
HINGGA KULITNYA PUN DIKERUMUNI LALAT (KARENA HARUMNYA); BIJINYA YANG DIBUANG KE
TANAH PUN BISA TUMBUH,...; MANGGA YANG MENGKAL DAN MENTAH (BIASANYA) HANYA
MENJADI “BURUAN” ORANG2 “SAKIT” ...
Mangga (sukkara) yang
matang ternyata aromanya benar-benar harum. Jangankan mangga matang yang utuh,
kulitnya pun harum, ketika dibuang masih diminati oleh binatang lain,
katakanlah lalat. Bijinya yang sudah dibuang masih menyisakan aroma harum,
bahkan bisa tumbuh secara alamiah,..Berbeda dengan mangga yang mengkal, apatah
lagi yang masih muda; tidak ada aroma sama sekali, kulit buangannya (hampir)
tidak diminati oleh binatang karena tidak menyisakan aroma,...dalam praktiknya,
mangga yang mengkal (biasanya) diminati oleh orang2 tertentu, katakanlah untuk
dibuat rujak atau apalah namanya; bahkan mangga muda lebih terbatas lagi,
biasanya dicari hanya untuk dijadikan pelengkap makanan...; peminat mangga yang
mengkal atau yang mentah (terkadang) orang “sakit”, katakanlah perempuan yang
lagi ngidam,...Dalam batasan tertentu, kematangan seseorang bisa diumpamakan
“mangga”; Orang yang matang seperti mangga sukkara; aromanya harum,
menarik,...; mangga sukkara yang matang tidak perlu “memperkenalkan” dirinya
sebagai mangga, aromanya menyebar ke mana-mana, kulitnya pun masih menyiasakan
aroma khas mangga, bijinya yang dilemparkan ke atas permukaan tanah pun (bisa)
tumbuh,...
Dalam hidup sehari2
biasanya kita bertemu dengan orang yang benar2 matang tanpa dia memperkenalkan
diri. Orang yang (masih) mengkal sikap dan responnya keras, LEBIH KERAS dari
yang matang,.. apatah lagi yang masih muda.Orang yang matang tidak perlu
memperkenalkan dirinya sebagai pribadi yang “matang.” “Aroma” kematangannya pun
akan menyebar ke mana-mana, akan menyenangkan semua orang; pilosofi mangga
sukkara menunjukkan bahwa popularitas kematangan seseorang akan tumbuh secara
alamiah, tanpa perlu memperkenalkan diri, tanpa perlu pencitraan,...
Orang yang matang
biasanya lebih fleksibel (baca: bijaksana) dalam merespon beragam permasalahan
kehidupan; sikap berbeda (biasa) ditunjukkan oleh pribadi yang masih “mengkal”;
sedangkan orang yang “masih mudah” (selalu) menunjukkan respon yang sangat
keras,...Saya teringat dengan cerita salah seorang teman yang pernah lama
menekuni salah satu jenis beladiri tradisional. Dia menjelaskan bahwa terkadang
orang yang baru belajar 1-2 jurus itu sangat berani untuk bertarung, bahkan
terkadang lebih berani dari gurunya sendiri,...; hal tersebut wajar, karena
masih “mentah” sehingga lebih keras dari yang “mengkal”
Dalam konteks orang
berilmu, orang yang memiliki kedalaman ilmu akan menunjukkan kematangan
bagaikan mangga sukkara; aromanya menyebar ke mana2, teksturnya fleksibel,
pribadinya menarik,.. dst. Ilmuwan yang matang tidak akan terlibat dalam
perdebatan dalam satu masalah, karena dia dengan segala kearifan yang ada
padanya memahami masalah dari beragam perspektif. Sebaliknya, orang yang (baru)
belajar biasanya sangat gigih mempertahankan pendapat,...; maklum mangga masih
muda.
Dengan nada guyon,
seorang teman pernah berujar bahwa dalam konteks kehidupan sosial yang (masih)
feodalistik, (katanya)
terkadang juga ada bangsawan yang matang, ada yang mengkal,..; mana bangsawan yang matang (matase’) mana bangsawan yang mengkal (bangkala) ntahlah, sungguh saya tidak mengerti hal tersebut,...
**
Hidup dengan segala problematikanya yang kompleks-heterogen, bahkan cenderung eskalatif memerlukan kematangan dalam meresponnya,... Indahnya hidup yang menjadi dambaan setiap hamba Tuhan hanya akan dinikmati dengan kearifan,...;Akhirnya saya berfikir,
(mungkin) kita tidak perlu seperti mangga yang mengkal atau mangga mudah, karena hanya akan memenuhi selera orang “sakit”...
sepanjang kita perlu belajar dan lebih banyak belajar agar segera menjadi matang,...(karena) diperlukan kematangan dalam merespon dinamika, agar hidup ini terasa indahnya, setidaknya menumbuhkan optimisme dalam diri kita, bahwa KELAK SEMUA AKAN MENJADI INDAH PADA WAKTUNYA,...
terkadang juga ada bangsawan yang matang, ada yang mengkal,..; mana bangsawan yang matang (matase’) mana bangsawan yang mengkal (bangkala) ntahlah, sungguh saya tidak mengerti hal tersebut,...
**
Hidup dengan segala problematikanya yang kompleks-heterogen, bahkan cenderung eskalatif memerlukan kematangan dalam meresponnya,... Indahnya hidup yang menjadi dambaan setiap hamba Tuhan hanya akan dinikmati dengan kearifan,...;Akhirnya saya berfikir,
(mungkin) kita tidak perlu seperti mangga yang mengkal atau mangga mudah, karena hanya akan memenuhi selera orang “sakit”...
sepanjang kita perlu belajar dan lebih banyak belajar agar segera menjadi matang,...(karena) diperlukan kematangan dalam merespon dinamika, agar hidup ini terasa indahnya, setidaknya menumbuhkan optimisme dalam diri kita, bahwa KELAK SEMUA AKAN MENJADI INDAH PADA WAKTUNYA,...
DARI INSPIRASI ORANG BUGIS MAKASSAR IAIN PALOPO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar